METODE KRITIK DALAM PENULISAN HADIS


Sulaemang L. M.Th.I

Abstrak: Metode kritik dalam penulisan hadis ialah suatu cara yang sistematis dalam memberi kecaman atau tanggapan terhadap para periwayat atau orang-orang yang menerima dan menyampaikan segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah saw. baik berupa sabda, perbuatan, takria, sifat-sifat maupun hal ihwal kehidupannya. Hal ini dapat pula diungkapkan dengan metode kritik terhadap sanad dan matan hadis.
Meneliti matan dengan melihat kualitas sanad hadis. Matan hadis merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan diiberatkan sebagai bunga dengan tangkainya, matan tanpa sanad tidak dpat dikatakan sebagai hadis demikian pula sebaliknya.
Sebelum mengkritik matan terlebih dahulu melihat kualitas sanad dalam hal sahih atau minimal tidak termasuk berat kedhaifannya,kemudian melakukan kritik terhadap matan, dan apabila sanad itu tidak sahih atau berat kedhaifannya, maka kritik terhadap matan sebaiknya tidak dilanjutkan.
Untuk kelanjutan penelitian atau kritikan terhadap matan, maka kaedah kesahihan matan sangat perlu untuk dijadiksn acuan.

Kata Kunci: metode kritik, sanad, matan.
Pendahuluan
Hadis sangat penting dalam Islam karena merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah Alquran. Dalam hadis terdapat penjelasan tentang ayat-ayat Alquran, rincian hukum-hukumnya, dan terdapat cabang-cabang yang dapat dikeluarkan dan pokoknya dalam Alquran. Hadis merupakan praktek nyata yang dilakukan oleh Rasulullah saw. semasa hidupnya sebagai contoh tauladan yang diperuntukkan bagi umat manusia sebagai ajaran Islam yang sebenarnya.
Hadis yang beredar dari zaman sahabat sampai sekarang tidak semua berstatus sahih, tidak sedikit jumlahnya yang berstatus da’if atau maudu’ yang bukan berasal dari Rasulullah saw. Hal ini dapat dilihat pada beberapa faktor yang menyebabkannya, yaitu:
Pertama, pada zaman Rasulullah, tidak semua hadis ditulis untuk didokumentasikan, sebab Rasulullah saw. pernah melarang para sahabat untuk menulisnya karena dikhawatirkan bercampur dengan ayat-ayat Alquran, dan khawatir pula konsentrasi para sahabat terhadap Alquran berkurang. Babarapa waktu kemudian kekhawatiran itu tidak tampak lagi barulah Rasulullah saw. memerintahkan untuk menulis hadis. Namun, dengan adanya perintah Rasulullah saw. tersebut tetap saja masih sedikit jumlah hadis yang dapat ditulis, sebab di samping sangat sederhana peralatan yang digunakan untuk menulis dan kurangnya pengetahuan tentang tulis-menulis dikalangan para sahabat, juga karena para sahabat lebih memfokuskan pada memelihara Alquran, sehingga para sahabat lebih mengutamakan hapalan dari pada menulis.
Kedua, telah terjadi pemalsuan hadis yang berawal dari peristiwa tahkim (arbiterase) yang berlanjut dengan muncul dan berkembangnya kelompok-kelompok yang mempersoalkan masalah politik kemudian beralih kemasalah teologi yang memakan waktu kurang lebih 200 tahun semenjak kewafatan Rasulullah saw. Demi mempertahankan kelompoknya dari serangan kelompok lain, mereka menghadirkan hadis-hadis palsu tidak saja masalah teologi, tetapi juga dari segala aspek kehidupan seperti tentang muamalah, ibadah, adab keseharian dan lain sebagainya.
Ketiga, pada proses pentadwinan hadis yang pertama klai terjadi dimasa khalifah Umar bin Abd. Aziz, beliau memerintahkan kepada para sahabat untuk menjabat sebagai gubernur untuk menghimpun hadis Rasulullah saw., dari para penghafal dari tuliasan-tulisan peribadi para sahabat pada masa sebelumnya.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi setelah Rasulullah saw. wafat sampai kepada pentadwinan hadis, tidak sedikit hadis dha’if dan maudhu bermuculan dan para pentadwin hadis adalah orang biasa yang tak luput dari kesalahan dan kehilafan, maka dari itu penelitian kembali pada hadis-hadis Rasulullah saw. yang terdapat dalam berbagai kitab yang beredar sekarang masih perlu untuk dikritisi kususnya dari segi sanad dan matannya.

Pengertian
Kata hadis diberi pengertian yang berbeda-beda oleh para ulama. Perbedaan pandangan itu disebabkan oleh terbatasnya dan luasnya objek tujuan masing-masing yang tentu saja mengandung kecenderungan pada aliran ilmu yang dimiliki oleh alirannya. Misalnya ulama hadis mendefinisikan hadis sebagai segala sesuatu yang diberitakan dari Rasulullah saw., baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal Rasulullah saw.
Adapun kritik yaitu kecaman atau tanggapan, disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat dan lain sebagainya.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode kritik dalam penelitian hadis ialah suatu cara yang sistematis dalam memberi kecaman atau tanggapan terhadap para periwayat atau orang-orang yang menerima dan menyampaikan segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah saw., baik berupa sabda, perbuatan taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal kehidupannya. Hal ini pula dapat diungkapkan dengan metode kritik terhadap sanad dan matan hadis.

Metode Kritik Sanad Hadis
Dalam penelitian hadis diungkapkan bahwa tidak akan ada penelitian sanad hadis bila takhrij al-hadiś belum dilakukan. Demikian pula sebuah hadis tidak dapat dijadikan sebuah hujjah bila sanad-sanad dalam hadis tersebut tidak ada atau belum diketahui kualitas yang sesungguhnya bagi seorang peneliti, bila belum melakukan kritikan.
Olehnya itu, para ulama menempatkan sanad hadis ke dalam suatu yang terpenting dalam penelitian hadis. Syuhudi Ismail misalnya mengutip pendapat al-Qari’ dalam kitab Syarah Nukbah al-Fikr mengatakan, bahwa para ulama hadis menilai sangat penting kedudukan sanad hadis dalam periwayatan hadis.
Lebih lanjut Syuhudi Ismail menjelaskan, bahwa karena pentingnya kedudukan sanad dalam hadis, jika ada suatu berita yang dinyatakan oleh seseorang berasal dari Rasulullah saw. tetapi tidak memiliki sanad sama sekali, maka pernyataan tersebut bukan yang berasal dari Rasulullah saw. Para ulama hadis memasukkan pernyataan itu kedalam kategori hadis da’if atau hadis maudu.
Terdapat beberapa langkah dalam melakukan kritik sanad hadis, yaitu:
1. Pembuatan i’tibar al-sanad (skema sanad) , yakni mencantumkan seluruh nama para periwayat hadis mulai periwayat pertama sampai kepada mukharijnya dan para syahid dan mutabi’nya bila ada.
2. Memberi tanggapan atau kritikan terhadap para periwayat hadis dengan menganalisa biografi mereka, menguraikan guru-guru dan murid-murid mereka serta menyebutkan para ulama hadis terkemuka di zamannya dan sesudahnya yang menilai tentang sifat-sifat adil, hapalan, kekuatan hapalan, keteguhan dan yang berlawan, baik berupa kesalahan-kesalahan, sifat lupa, keracunan daya ingat dan sifat-sifat yang lain yang ada pada para periwayat tersebut.
3. Manjelaskan lambang-lambang (shugat tahammul) yang digunakan oleh pera periwayat hadis dalam suatu hadis. Pembahasan ini pun dapat dilihat pada pertemuan berikutnya yakni tentang tehnik periwayatan hadis.
Metode Kritik Matan Hadis
Dalam melakukan kritik matan hadis, ada beberapa langkah yang harus diperhatikan yaitu:

1. Meneliti matan dengan melihat kualitas sanad hadis
Sebelum mengkritik matan, terlebih dahulu melihat kualitas sanad dalam hal sahih atau minimal tidak termasuk berat kedaifannya, kemudian melakukan kritik terhadap matan, dan jika sanad itu tidak shahih atau berat kedaifannya, maka kritik terhadap matan sebaiknya tidak dilakukan. Sekiranya kritikan terhadap matan tetap dilakukan dan ternyata berkualitas sahih, maka tidak akan bermanfaat matan hadis tersebut bagi kehujjan hadis sebagai sumber ajaran Islam yang kedua, sebab sanadnya tidak sahih atau berat kadaifannya. Apabila sanad berkualitas sahih, maka kritik terhadap matan penting untuk dilakukan.
Hal ini menandakan bahwa kualitas sanad tidak selalu sejalan dengan kualitas matannya. Kadang-kadang sanadnya berkualitas sahih dan matannya da’if, demikian pula sebaliknya. Untuk kelanjutan penelitian matan, kaedah kesahihan matan sangat perlu untuk dijadikan acuan.

2. Meneliti Susunan Matan Hadis
Langkah selanjutnya adalah mencantumkan seluruh matan yang akan ditakhrij dari para periwayat mulai dari tingkah sahabat sampai kepada mukharrijnya, kemudian melakukan perbandingan (muqarranah) terhadap matan tersebut, dari perbedaan lafaz yang semakna yang diakibatkan adanya tambahan (ziadah, idraj) kata atau kalimat dalam matan tersebut.

3. Meneliti Kandungan Matan Hadis
Dalam meneliti kandungan matan hadis, ada beberapa tolok ukur yang perlu untuk diperhatikan yaitu: 1) Tidak bertentangan dengan Alquran; 2) Tidak bertentangan dengan hadis dan mutawatir; 3) tidak bertentangan dengan hadis ahad yang kualitas kesahihannya lehih kuat; 4) tidak bertentangan dengan dalil yang pasti; 5) tidak bertentangan dengan akal yang sehat; 6) tidak bertentangan dengan fakta sejarah; dan 7) susunan pernyataan menunjukkan ciri-ciri sabda Rasulullah saw.
Berangkat dari tolok ukur tersebut, bila salah satunya bertentangan tanpa ada sebab, maka matan tersebut bukan berasal dari Rasulullah saw., atau matan atau hadis tersbut adalah palsu.
Berkaitan dengan hadis yang tampak bertentangan, para ulama hadis memberikan empat asumsi yang dapat dijadikan patokan dalam penelitian matan hadis yang tampak bertentangan, empat metode tersebut, pada umumnya yaitu: 1) Metode al-Jam’u; 2) metode nasikh wa al-mansukh; 3) metode al-tarjih; dan 4) altTaufiq.

4. Menyimpulkan Hasil Penelitian dengan Mengikutsertakan Sanad Hadis
Setelah langkah-langkah di atas telah mebuahkan hasil, langkah terakhir adalah menyimpulkan hasil dari penelitian tersebut dengan menggambarkan argumen-argumen yang jelas dan memberikan natijah untuk menetukan kualitasnya. Misalnyan apabila matan hadis yang diteliti ternyata sahih dan sanadnya pun sahih, maka dalam natijah dapat disebutkan bahwa hadis yang diteliti berkualitas sahih.
Demikian pula sebaliknya, apabila matan yang diteliti tidak sahih dan sanadnya pun tidak sahih, maka dalam natijah diungkapkan bahwa hadis yang diteliti kualitasnya tidak sahih atau berat kedaifannya. Dan apabila antara matan dan sanad berbeda kualitasnya, maka dalam natijah perbedaan tersebut dijelaskan.

Penutup
Bardasarkan uraian yang dipaparkan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1. Metode kritik dalam penulisan hadis merupakan kelanjutan dari takhrij al-Hadis. Penelitian kembali terhadap hadis-hadis Rasulullah saw. yang terdapat dalam berbagai kitab, merupakan kebutuhan primer bagi orang yang bergelut di bidang hadis, khusunya para peneliti hadis.
2. Seorang peneliti hadis tak lepas dari kegiatan mengkritik atau menganalisis terhadap sanad dan matan. Dalam mengkritik sanad, langkah yang harus dipenuhi adalah: membuat i’tibar al-sanad, memberi tanggapan atau kritikan terhadap para periwayat hadis, dan menjelaskan lambang-lambang (sighat tahammul) yang digunakan oleh para periwayat hadis dalam suatu hadis. Terhadap penelitian matan hadis, langkah yang harus dipenuhi adalah: meneliti matan dengan melihat kualitas sanad hadis, meneliti susunan matan hadis, meneliti kandungan matan hadis, dan menyimpulkan hasil penelitian matan dengan mengikut sertakan sanad hadis.

Leave a comment